Rabu, 25 Februari 2015

Kau, Aku dan Sepucuk Angpau merah Quotes

Terbanglah Bukuku



Eh, sisa liburan try out kakak kelas tiga kuhabiskan dengan membaca matematika novel tentunya. Kali ini novel yang kubaca ialah kau, aku dan sepucuk angpau merah. Yup karya Tere Liye. Novel ini tidak memandang cinta sebagai gombalan kekinian. Anak muda sekarang memandang cinta sebagai nafsu. Mungkin dengan membaca novel ini menyadarkan kembali cinta itu bukan cinta yang banyak kita pandang dimasa ini. Berikut ini merupakan kutipan yang Saya ambil dari buku tersebut.


“Aku tidak akan merendahkan kehormatan wanita dengan memegang tangannya.” (hal 117)


“sembilan dari sepuluh kecemasan muasalnya hanyalah imajinasi kita. Dibuat-buat sendiri, dibesar-besarkan sendiri.” (hal  133)


"Dunia ini terus berputar. Perasaan bertunas, tumbuh mengakar, bahkan berkembangbiak di tempat yang paling mustahil dan tidak masuk akal sekalipun. Perasaan-perasaan kadang dipaksa tumbuh di waktu dan orang yang salah" (hal 146)


“Cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta sejati akan membuatmu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti.” ( hal 166)


"Camkan, bahwa cinta adalah perbuatan. Nah, dengan demikian, ingat baik-baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta, Andi. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi" (hal 168)


“Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah adalah omong kosong.” (hal  173)


"Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir cemas, serta berbagai perangai norak lainnya" (hal 194)


“...terkadang dalam banyak keterbatasan, kita harus bersabar menunggu rencana terbaik datang, sambil terus melakukan apa yang bisa dilakukan.” ( hal 210)


“Borno, jangan pernah menilai sesuatu sebelum kau selesai dengannya, mengenal dengan baik." (hal 225)


"Banyak sekali orang yang jatuh cinta lantas sibuk dengan dunia barunya itu. Sibuk sekali, sampai lupa keluarga sendiri, lupa teman dekat, lupa sahabat karib. Padahal siapalah orang yang tiba-tiba mengisi hidup kita itu? Kebanyakan orang asing, orang baru." (hal 257)


“Nak, perasaan itu tidak sesederhana satu tambah satu sama dengan dua. Bahkan ketika perasaan itu sudah jelas bagai bintang di langit, gemerlap indah tak terkira, tetap saja dia bukan rumus matematika. Perasaan adalah perasaan.”( hal 355)


“Sejatinya, rasa suka tidak perlu diumbar, ditulis, apalagi kau pamer-pamerkan. Semakin sering kau mengatakannya, jangan-jangan itu semakin hambar, jangan-jangan kita mengatakannya hanya karena untuk menyugesti, bertanya pada diri sendiri, apa memang sesuka itu".” (hal 428)


“Berasumsi dengan perasaan, sama saja dengan membiarkan hati kau diracuni harapan baik, padahal boleh jadi kenyataannya tidak seperti itu, menyakitkan.” (hal  429)


“Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gilau kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita bersarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kau cuekin, kau lupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan.” (hal 430)


“Ketika situasi memburuk, ketika semua terasa berat dan membebani, jangan pernah merusak diri sendiri.” ( hal 479)


“Aku hanya berani bermimpi, sungguh tidak terhitung berapa kali aku bermimpi tentang kau.” (hal 492)

 :) semoga bermanfaat :)

Selasa, 30 Desember 2014

Penghujung tahun,



Assalamualaikum

penghujung tahun tidak banyak yang aku dapatkan. Sebuah proses akan kedewasaan yang penuh luka tidak seperti yang ku harapkan.Terkadang semuanya tidak harus berjalan semestinya. Proses pencarian itu yang nati akan kita kenang. Beberapa hari ini banyak yang ku pikirkan. Tentang hidup, takdir, masa depan, masa lalu, harapan, perjalanan, proses, ketakberdayaan, kebenciaan, kejatuh-cintaan, dan kematian. Bertanya tanya. Mimpi-mimpi yang aneh-aneh terkadang menyesakkan dada. Terkadang aku takut, terkadang ingin menyerah, terkadang muak. Tapi, semuanya menyadarkanku seberapapun aku mencoba untuk menyerah, pada akhirnya aku memang tak bisa menyerah. 
Hari ini aku ingin merasa hal-hal yang dahulu kita sebut sakit hati, jatuh cinta, kesenangan, kesedihan. pada akhirnya itu hanya perasaan, pemahaman akan perasaan itu yang melekat sejatinya. 

Hal termenyakitkan ditahun ini menempel dalam ingatan super panjang yang menyesakkan. Hai teman, pada akhirnya kamu menyadarkan bahwa di dunia ini orang yang seperti itu masih ada. Kau tahu aku tak pernah bisa menerima atas hari itu, pada akhirnya kamu bisa membiaskan warna hidupku semuram mungkin. melamun, ketakberdayaan yang pada akhirnya mengantarkan diriku yang lain di penghujung tahun ini. 

Tapi, biarkan malam ini perasaan itu kembali hadir. merasakan atas banyak hal yang akan aku lakukan esok. Sebab ada hal-hal yang menakjubkan ketika memutuskan untuk menyilahkan perasaan itu dengan hati yang lapang. Yang membuat kita membalas mereka dengan cara terbaiknya.


manusia harus memiliki kekuatan untuk merubah masa depan

"jangan menghukum diri sendiri dengan pertanyaan2 orang lain

Karena kita tidak menjalani kehidupan orang lain

Dan orang lain tidak menjalani kehidupan kita"
-Tere Liye-

seringkali kita menjalani kehidupan atas pertanyaan orang lain, yang seharusnya kita punya kuasa atas diri sendiri. itu mungkin tidak aku lakukan dengan sadar kemarin2nya. sebab esok aku akan bertumpu dengan kaki sendiri, dan barangkali berharap menjadi laut bagi sungai yang bermuara.

impianku bukan untuk menjadi yang tertinggi. menjadi diri sendiri adalah solusi terbaik untuk hidup yang kujalani.

hal-hal yang akan ku usahakan

1. Aku akan fokus belajar, mencari ilmu sebanyak mungkin bukan atas nilai dan ijazah, dan tidak mengorbankan ilmu karena takut dengan nilai2. apalagi mengorbankan kejujuran karena takut tidak berijazah. hdupku bukan angka-angka bukan pula harga harga. hidupku hanyalah kebebasan, tidak mencemaskan dengan hari esok, tidak mengkhwatirkan penilaian orang lain
2. Aku berusaha untuk tidak menyutradai kehidupan orang. membisik-bisik hal yang sepenuhnya belum tentu benar, aku akan berusaha untuk tidak melakukannya. berusaha menulikan telinga atas ucapan orang yang menganggapku kuper dan sebagainya, hanya karna tak mau dianggap antisosial kita dengan mudahnya melakukan yang esok lusa entah apa gunanya.
3. Aku berusaha untuk lebih banyak berpikir dibanding berbicara. mungkin dengan memendam jauh lebih baik
4. Aku akan berusaha untuk menghargai
5. dan hal-hal yang sederhana akan kucoba lakukan sendiri

 hal yang sangat aku fokuskan adalh pilihan pertama, berapa banyak aku bertekad untuk tidak melakukannya. terkadang tergoda untuk itu. dan pada akhirnya penyesalan. mungkin aku lulus ujian, tapi pada nyatanya aku tidak lulus ujian yang sebenarnya. kejujuran. setidaknya aku akan berusaha melakukan. walaupun nantinya ada yang tidak sesuai. tetapi aku akan berusaha sebab aku bukanlah orang yang akan menyerah. dan tulisan ini hanya sekedar pengingat terkadang, tetapi semoga ada yang melakukan yang lebih baik dariku.

Terakhir sajak ini akan menutup tulisanku

Jangan sedih dan malu

Anakku,

Dunia tidak akan sedih dan malu karena kau gagal dalam ujian sekolah setelah belajar sungguh2. Tapi semesta akan sedih dan malu sekali kalau kau lulus karena mencontek.

Jangan takut membawa nilai2 jelek karena kejujuran, sini Bapak peluk erat. Jangan khawatir tidak punya ijasah karena harga diri. 

Dunia tidak akan sedih dan malu karena kau gagal dalam ujian seleksi pekerjaan, PNS, dsbgnya setelah berusaha keras untuk lulus. Tapi semesta akan sedih dan malu sekali kalau kau lulus hanya karena menyuap, menyogok.

Jangan malu bekerja serabutan, hina karena kejujuran, sini Bapak cium keningmu. Jangan cemas tersingkirkan karena kemuliaan, Bapak tidak akan kecewa padamu.

Tidak apa, Nak, kita dimusuhi, dibenci orang banyak karena kejujuran. Tidak apa. Semesta bersama kita, tertawa bangga.

Tidak apa, Nak, hidup kita jadi susah, rumit, dikalahkan karena kejujuran. Tidak mengapa. Semesta bersama kita, tersenyum begitu indah.

Hidup ini hanya sebentar. Lantas buat apa segenap dunia dan seisinya jika diperoleh dengan cara hina? 

Tetaplah memilih jalan terbaik.

Sungguh, Allah tidak pernah tidur.
 -Tere Liye-

Kamis, 31 Juli 2014

Percakapan Dini hari

Percakapan Dini hari



Tentang hidup, barangkali di luar sana banyak orang yang sedang memperdebatkannya. Ah, aku sedang tak ingin memperdebatkannya. Tapi mungkin aku harus menelesurui setiap sisinya. Sentuh sisinya dan kau akan dapatkan sisi yang lain. mungkin begitu.
Aku entah dari mana aku harus memulainya. Jemari ini kini tak lihai memilah kata. Aku akan memintalnya dengan sederhana atau mungkin tak serumit percakapan waktu itu. Baiklah aku akan menulis kembali. Siapkan susu coklat atau sekedar cemilan penenang tulisanku ini. 

Aku membuat list pertanyaan mereka yang sering diajukan padaku.


1. Apa Cita-citamu?

yup, mungkin bukan hanya aku saja yang ditanyai seperti ini. Barangkali waktu itu aku lelah. Barangkali aku tersesat tanpa pertanda apapun. Barangkali aku terjebak pada pikiran primitifku. Aku hanya menjawab sekenanya. Jika aku sedang berbaik hati, aku akan mencoba berfikir. Tapi, tetap saja aku tak tau, atau mungkin tak mau tahu?
Tapi, aku kini masih berusaha mencari. Dan, mungkin jika cita-cita di ibaratkan seperti sungai. Mungkin aku kini masih berdiri di hulunya. Tapi harus kau ketahui, barangkali hilir bukanlah akhir dari segalanya.
Aku? Impian? sebenarnya aku hanya ingin menjadi orang bebas. Terkadang pada sebagian orang aku menjawab bahwa aku hanya ingin menjadi orang bebas. Dan, Alhamdulillah mereka memahamiku. 
Kau tahu, kenapa aku ingin menjadi orang bebas? Bukan karna aku terperangkap di rumah, atau tak bebas melakukan apapun. Karna aku hanya berfikir banyak mereka yang melakukan cita-citanya tapi tak bahagia. Mereka terperangkap. Banyak yang melakukannya hanya terpaksa. Menjadi orang bebas bukan berarti tak punya pekerjaan. 
Data pekerjaan impianku dari yang terlama-baru
pilot, penulis, chef, guru, pengusaha, dosen (bahkan rektor), psikolog, ilmuwan, pengamat ( entah macam2 lah), Menteri :p, pustakawan, turis :p. Sayangnya sampai kini belum ada kemauan untuk jadi "Dokter"
Tapi kini aku masih terus mencari apa minatku. kau tahu kadang yang dibutuhkan hanya kemauan. apa yang akan terjadi jika hanya skill yang dipunya?

2. Siapa yang kau benci / siapa yang kau suka?

ini, pertanyaan yang paling primitif menurutku. Aku adalah orang yang tak terlalu suka membicarakan hal privasi seperti, siapa orang yang kau sukai, siapa yang kau benci, sampai orang yang bertanya apa yang kulakukan pada pagi hari atau kemarin bahkan lusa. Entahlah, aku tak berharap pertanyaan itu tiba-tiba punah begitu saja. Tapi aku bukanlah orang yang terbuka pada semua orang. Bukan karna ketidakpercayaan, atau bukan karna aku lelah untuk percaya. Karna aku hanya bisa berbagi pada tuhan dan diriku sendiri. Bahkan pada Ama aku tak terlalu terbuka. entahlah, terkadang pada tuhanpun aku hanya bisa pesan singkat. Aduh, maafkan aku ya Allah.
Barangkali ini akan butuh waktu yang lama untuk berubah. Tapi aku akan tetap mencoba. walau satu jengkal (ya keles)

3. Kenapa kamu melakukan hal ini/itu?

Inilah pertanyaan dari jaman ketumbar, dan diistilahkam 'kepo' pada jaman modern. Tapi bagiku itu tidak terlalu menganggu jika tidak untuk hal-hal yang bersifat kekeluargaan atau privasi. Jika pertanyaan positif dan tidak menganggu hidupku. aku akan menjawabnya. jika mereka mendesak pertanyaan yang privasi/kekeluargaan. Aku hanya tersenyum atau bahkan tertawa. Tapi jika kelepasan. tak terbendunglah kata yang terucap.

4. Mau masuk Universitas mana? Jurusan Apa?

Kali ini aku akan jawab secara serius. ini listnya
1. Hubungan Internasional (UI)
2. Tekhnik Lingkungan (ITB)
3. Psikologi (UI)
4. Ilmu ekonomi (UI)
5. Dan masih banyak lagi :p doakan ya

5. Kenapa kamu Alay?

nah ini nih, yang hampir separo keluarga menanyakan kenapa saya mendadak alay. kenapa saya alay di media sosial? Entahlah. saya kadang tak berfikir secara kritis, saya masih belum matang, saya masih belajar. bukan belajar menjadi alay. Tapi kadang saya bingung oleh orang dewasa yang lebih alay daripada saya. apakah mereka menunggu menjadi kakeknenek dulu baru matang? Menurut saya pematangan bukan dari tampilan wajah, pematangan yang sebenarnya oleh cara berfikir. Wajah akan menua, pikiran akan mematang.

Sekian.

Jumat, 28 Maret 2014

Danau Para Sufi


*Danau para sufi 

” Ayah akan bercerita. Maukah kau mendengarnya ? Ayah janji ini cerita terakhir “
Aku mengangguk
Ayah menarik napas dalam-dalam, memperbaiki posisi baringnya. ” Kau pasti selalu bertanya-tanya, apakah ibu kau bahagia ? Ayah akan ceritakan apakah ibu kau sesungguhnya bahagia atau tidak.
” Dalam salah satu perjalanan jauh yang pernah Ayah lakukan, Ayah tiba di perkampungan para sufi. Kau tahu apa itu sufi ? Sufi adalah orang-orang yang tidak mencintai dunia dan seisinya. Mereka lebih sibuk memikirkan hal lain. memikirkan filsafat hidup, makna kehidupan, dan prinsip-prinsip hidup yang agung. Ayah tahu, di antara banyak sufi, tidak semuanya berhasil mencapai pemahaman yang sempurna tentang kehidupan. Ada yang baru tertatih belajar tentang kenapa kita harus hidup. Ada yang sudah mencapai pemahaman apa tujuan dan makna hidup, ada pula yang telah berhasil melakukan perjalanan spiritual hingga memahami hakikat sejati kebahagiaan hidup.
“Itu pertanyaan terpenting Ayah. Apa hakikat sejati kebahagiaan hidup ? Apa definisi kebahagiaan ? Kenapa tiba-tiba kita merasa senang dengan sebuah hadiah, kabar baik, atau keberuntungan ? Mengapa kita tiba-tiba sebaliknya merasa sedih dengan sebuah kejadian, kehilangan, atau sekedar kabar buruk ? Kenapa hidup kita seperti dikendalikan sebuah benda yang disebut hati ? Tidak ada di antara sekelompok sufi itu yang bisa memberikan penjelasan memuaskan. Mereka menggeleng, hingga akhirnya salah seorang dari mereka menyarankan ayah berangkat ke salah satu lereng gunung, Di sana tingal salah satu  sufi besar, ribuan muridnya, bijak orangnya, boleh jadi dia tahu jawabannya. Ayah bergegas mengemas ransel, berangkat siang itu juga.
“Ayah menemui sang Guru. Dia menerima Ayah dengan ramah, memberi Ayah kesempatan bertanya. Pertanyaan Ayah hanya satu, Dam. Apa hakikat sejati kebahagiaan hidup ? Dengan memahaminya, seluruh kesedihan akan menguap seperti embun terkena sinar matahari. Dengan memilikinya, setiap hari kita bisa menghela napas bahagia. Sang Guru terdiam lama, menggeleng, berkata bahwa Ayah memberikan pertanyaan yang dia tdak tahu, tidak ada orang di dunia yang bisa menjawabnya. Ayah mendesha kecewa, ke mana lagi harus mencari tahu. Sang Guru menatap Ayah lamat-lamat, berpikir sejenak. Seberapa tangguh Ayah berusaha mencari tahu ? Ayah berkata mantap, apa pun akan Ayah lakukan.
“Sang Guru tersenyum. Dia memberikan pekerjaan teraneh yang pernah Ayah tahu. Seratus mil dari lereng gunung tempat dia bemrukim terdapat tanah luas di tepi hutan. Ada perkampungan dekat hutan itu. Perkampungan itu butuh sumber mata air berupa danau. Sang Guru menyuruh Ayah membuatkan danau di tanah luas itu. Astaga, Dam, benar-benar sebuah danau. Itu bukan pekerjaan mudah.” Ayah tertawa pelan, membuat napasnya sedikit tersengal.
“Sang Guru bilang, ‘Ketika kau berhasil membuat sebuah danau indah yang jernih bagai air mata, kau akan mendapatkan jawaban hakiki sejati kebahagiaan. Berangkatlah, setahun kemudian aku akan datang. Aku akan melihat apakah danau itu sudah sebening air mata’.
“Walau tidak punya ide apa pun soal danau itu, ayah angguk mantap. Ayah sudah mendugam definisi kebahagiaan sejati seharga pengorbanan besar. Itu pencapaian paling tinggi seorang sufi, dan sepertinya tidak bisa diperoleh hanya dengan membaca bku atau bertanya. Ayah berangkat, memulai pekerjaan besar itu, membuat danau yang cukup untuk satu kampung.
“Kau tahu, Dam, tidak berbilang tanah yang harus Ayah pindahkan. Berkubang licak setiap hari, mulai bekerja saat matahari terbit, baru berhenti ketika matahari tengelam. Ayah baru berhenti saat galian itu memiliki kedalaman tiga meter, luasnya sebesar lapangan bola. Pekerjaan Ayah baru separuh selesai. Ayah kemudian membuat parit-parit dari mata air yang ada di hutan, mengalirkannya ke lubang danau. Setahun berlalu, danau itu jadi. Ayah tersenyum senang. Tidak lama lagi jawaban pertanyaan itu akan datang. Lihatlah, danau yang Ayah buat sebening air mata.
” Sesuai janji, sang Guru dayang menjenguk Ayah pada hari yang ditentukan. Sialnya, malam itu sebelum dia datang, hujan turun. Sumber mata air di hutan menjadi kotor. Ayah yang semangat mengajak sang Guru ke tepi dana menjadi kecewa. Lihat, danau yang Ayah buat jauh dari bening, berubah keruh. Sang Guru menepuk bahu Ayah. Sang Guru berkata, Ayah tidak boleh putus asa. Tahun depan sang Guru akan kembali.
“Setelah memikirkan jalan keluarnya, Ayah memutuskan membuat saringan di setiap parit, agar air keruh dan kotor dari mata air ketika hujan turun tetap bening saat tiba di danau. Ayah mengerjakannya dengan senang hati. Ide ini akan berhasil. Ayah juga memperbaiki seluruh parit yang bermuara ke danau, memastikan tidak ada sumbernya yang bermasalah. Sedikit saja ada air keruh masuk, danau sekristal air mata langsung tercemar.
“Setahun berlalu lagi., sang Guru datang menjenguk Ayah. Lihatlah, danau buatan Ayah indah tiada terkira. Pantulan dedaunan di atas pemrukaan danau seperti nyata. Ayah tersenyum, menunggu jawaban atas pertanyaan Ayah. Sang Guru menggeleng. Dia meraih sepotong bambu panjang, lantas menusuk-nusuk dasar danau. Ayah berseru, mencegahnya. Itu akan membuat air danau keruh. Benar saja, lantai danau yang terbuat dari tanah langsung mengeluarkan kepul lumpur kecoklatan. Dalam sekejap, danau bening itu musnah. Sang Guru menepuk-nepuk bahu ayah lalu berkata,”Kaupikirkan lagi, tahun depan aku akan kembali.”
Ayah diam sejenak. menarik napas pelan.
“Kau tahu, Dam. Ayah seperti dipermainkan. Apa lagi yang kurang dari danau Ayah ? Dua tahun sia-sia. Baiklah, Ayah tahu apa yang harus Ayah kerjakan. Ayah memutuskan menggali danau sedalam mungkin hingga menyentuh dasar bebatuan, menyentuh mata airnya. Setahun berlalu, Ayah masih berkutat menyingkirkan tanah-tanah, kedalaman danau sudah sepuluh meter. Sang Guru datang, melihat dengan takzim Ayah yang sibuk bekerja. Dua tahun berlalu, Ayah masih berkutat mengeduk tanah. Tiga tahun berlalu, setelah kerja keras siang malam, akhirnya Ayah berhaisl menyentuh dasar bebatuan. Air keluar deras dari sela-sela batunya. Ayah tertawa senang. Semua parit Ayah tutup. Danau itu sempurna hanya digenangi air dari mata airnya sendiri.
“Guru datang pada hari yang dijanjikan. Dia tertawa renyah melihat danau yang bagai kristal air mata. Tetap bening meski ada yang menusuk-nusuk dasarnya, tetap dengan cepat kembali bening mesti ada air dari parit bocor dan sejenak membuat keruh. Sang Guru menatap Ayah, bertanya apakah Ayah masih butuh penjelasan atas pertanyaan itu. Ayah menggeleng. Hari itu Ayah sudah tahu jawabannya, Dam. Setelah lima tahun bekerja keras, hanya untuk memahami sebuah kebijaksanaan hidup sederhana, Ayah tahu jawabannya.
“Itulah hakikat sejari kebahagiaan hidup, Dam. Hakikat itu berasal dari hati kau sendiri. Bagaimana kau membershkan dan melapangkan hari, bertahun-tahun berlatih, bertahun-tahun belajar membuat hati lebih lapang, lebih dalam, dan lebih bersih. Kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan sejati dari kebahagiaan yang datang dari luar hati kita. Hadiah mendadak, kabar baik, keberuntungan, harta benda yang datang, pangkat, jabatan, semua itu tidak hakiki. Itu datang dari luar. Saat semua itu hilang, dengan cepat hilang pula kebahagiaan. Sebaliknya rasa sedih, kehilangan, kabar butuk, nasib buruk, itu semua juga datang dari luar. Saat semua itu datang dan hati kau dangkal, hati kau seketika keruh berkepanjangan.
“Berbeda halnya jika kau punya mata air sendiri di dalam hati. Mata air dalam hati itu konkret, Dam. Amar terlihat. Mata air itu menjadi sumber kebahagiaan tidak terkira. Bahkan ketika musuh kau mendapatkan kesenangan, keberuntungan, kau bisa ikut senang atas kabar baiknya, ikut berbahagia, karena hati kau lapang dan dalam. Sementara orang-orang yang hatinya dangkal, sempit, tidak terlatih, bahkan ketika sahabat baiknya mendapatkan nasib baik, dia dengan segera iri hati dan gelisah Padahal apa susahnya ikut senang,
“Itulah hakikat sejati kebahagiaan, Dam. Ketika kau bisa membuat hati bagai danau dalam dengan sumber mata air sebening air mata. Memperolehnya tidak mudah, kau harus terbiasa dengan kehidupan bersahaja, sederhana, dan apa adanya. Kau harus bekerja keras, sungguh-sungguh, dan atas pilihan sendiri memaksa hati kau berlatih.
-Tere Liye, novel "ayahku (bukan) pembohong"